Cari Blog Ini

Selasa, 19 Maret 2019

Kisah Salahudin-Anak Desa “Selamatkan Bangsa” Hingga Mendapatkan Pengakuan Negara


Kisah Salahudin-Anak Desa “Selamatkan Bangsa” Hingga Mendapatkan Pengakuan Negara

Dunia pendidikan memiliki visi utama, yakni “memanusiakan manusia” dengan cara melibatkan berbagai pilar peting. Pasca reformasi bergulir sejak tahun 1998 hingga memasuki era globalisasi saat ini, pengakuan tentang terjadinya “pergeseran nilai” di sejumlah aspek kehidupan anak bangsa bukanlah wacana hampa. Tetapi, itu dinilai nyata jika berpijak pada fakta-fakta dari kondisi sosial yang terjadi di tengah-tengah masyarakat di Nusantara, tak terkecuali di Bima. Selain terjebak pada terbaikannya pemahaman soal pendidikan, juga tak sedikit anak bangsa yang “terjerumus” pada s
ejumlah masalah yang jauh dari ekspektasi.




“Miskin baca”, pun dinilai bukanlah fenomena baru yang terjadi di negeri ini, termasuk di Bima. Sementara upaya mengembalikan nilai-nilai penting bagi anak bangsa, dinilai hanya sedikit orang yang bisa melakoninya, mereka bergerak karena keprihatinan diatas sebuah kondisi yang berpotensi mengarah kepada ancaman bagi keberlangsungan hidup anak-anak negeri ini. Salahudin bisa jadi sebagai “serpihan yang tersisa”, bergerak intens sebagai upaya menyelamatkan anak bangsa dengan cara membangun “Rumah Baca” yang diberi nama Salahudin Al Ayyubi. Kiprahnya alias kerja mulianya ini, praktis mendapat pengakuan dari Bupati Bima hingga sukses memperoleh Piagam Penghargaan dari Negara.

Tampilan Salahudin sangatlah sederhana. Cara bertutur sapanya sangat santun, berhati-hati atas nama etika, budaya, agama hingga soal moral. Pria tergolong muda yang lahir dari sebuah Desa di Kecamatan Sape ini (Salahudin), bukanloah dari keluarga berada. Tetapi, ia adalah anak Desa yang yang terpanggil untuk membangkitkan anak-anak untuk terus membaca buku sebagai salah satu sumber utama ilmu pengetahuan-membedakan mana yang baik atau sebaliknya mulai dari sekarang hingga selanjutnya
Wilayah Kecamatan Sape dan Kecamatan Lambu adalah masyarakat etnis Bima yang mendiami ujung timur pulau Sumbawa. Pada umumnya kegiatan masyarakat berdasarkan potensi wilayah terbagi pada bidang pertanian, perikanan, peternakan dan sebagian lain berprofesi sebagai guru, pegawai kantor dan lainya.

Kondisi dan situasi demikian menjadikan sebagian besar tenaga dan waktu terkuras untuk bercocok tanam.  Anak-anak yang seharusnya menikmati dunia kecil bermain dan tempat untuk menanamkan fondasi awal keilmuan terkadang ‘terlupakan’ oleh orang tua. Bahkan untuk menempuh dunia pendidikan pun, anak anak terkadang meninggalkannya dikarenakan harus ikut membantu orang tua bekerja.

Dunia baca dan bermain semakin jauh dari mereka ditambah lagi dengan faktor demografis dimana lokasi pemukiman di desa-desa terpencil sehingga menyulitkan akses ke perpustakaan kota. Sekolah yang seharusnya menjadi salah satu tempat alternatif untuk menumbuh kembangkan minat baca siswa agak berkurang menyediakan buku bacaan yang menarik. Sehingga kecintaan anak terhadap membaca, secara perlahan-lahan mulai pudar seiring dengan perkembangan zaman.
 
Dari data yang diperoleh menyebutkan hampir 90 % dari mereka mengaku tidak pernah datang ke perpustakaan atau toko buku dan tidak mengenal buku-buku ensiklopedia, novel dan sebagainya. Kemudian diperparah lagi dengan kondisi dimana masih minimnya fasilitas dan sarana prasarana perpustakaan dan toko buku yang memadai sehingga secara perlahan mengurangi motivasi bahkan membunuh minat baca anak-anak.

Hal ini dikhawatirkan akan melahirkan persoalan besar bagi generasi-genarasi ke depannya. Mengingat wawasan dan ilmu pengetahuan yang minim. Pasti akan berdampak buruk dalam pengembangan diri dan pada akhirnya merugikan masa depan generasi-generasi penerus harapan daerah, bangsa dan negara.

Kondisi objektif tersebut disadari sepenuhnya oleh seorang anak muda kelahiran desa Sangia Kecamatan Sape. Berawal dari program Sastra go to school tahun 2014, ia mendapatkan rekomendasi dari kepala UPT Dikpora setempat, gayung pun bersambut, para pengawas turut merekomendasikan kegiatan tersebut yang dinilai sangat positif. Mulailah anak muda kreatif ini (Salahudin) ‘bergerilya’ sendiri menuju sekolah-sekolah yang menjadi sasaran dan target dari programnya. Dari kegiatan sastra go to school inilah cikal bakal lahirnya gagasan perpustakaan keliling.

Tanpa dibiayai ia bergerak sendiri karena niat dan tekat melaksanakan tugas mulya telah benar-benar terpatri sehingga apapun yang menjadi halangan dan rintangan akan dilalui dengan sabar dan ikhlas. Ya, empat tahun tepatnya 2014, anak muda yang biasa disapa udin ini berkeliling dengan menggunakan sepeda motor tua, membawa sejumlah buku yang dimasukan ke dalam karung, menempuh perjalanan yang cukup jauh. Desa-desa terpencil menjadi tujuan utama perjalanan. Ia menyusur kampung-kampung, dimana pun menemukan anak-anak yang sedang bermain, ia akan menghentikan motornya.

Pahit getir selama berjuang mencerdaskan anak bangsa sudah dilewatinya. Pengalaman yang paling membekas saat ban motor pecah di tengah jalan, ia menggeretnya sampai ketempat perbengkelan. Beruntunglah masih berada di wilayah kota, masih dekat dengan bengkel. Bahkan, udin pernah ditimpa musibah ketika ban motor pecah di tempat yang jauh dari kota, maka terpaksa perjalanan ditempuh dengan berjalan kaki sembari memikul karung berisikan buku-buku. Sedangkan motor dititipkannya di rumah warga. karena itulah satu satunya motor andalan, tempat menggantungkan harapan dan cita-cita mulyanya.

Dari kerja keras dan perjuangan yang tak mengenal kata lelah ini, ia kemudian mendirikan Perpustakaan Keliling Rumah Baca Salahuddin Al Ayyubi,  sebagai wadah/literasi untuk menumbuh kembangkan minat baca sekaligus membuat anak-anak kecanduan membaca. Di samping itu untuk memudahkan anak-anak dan masyarakat luas mengakses ilmu pengetahuan dari buku-buku yang menarik,

Di pinggir laut sekalipun anak-anak diajak untuk membaca buku oleh Salahudin
Hingga tahun 2017 Salahudin telah melaksanakan perpustakan keliling di 23 Desa di Kecamatan Lambu dan Kecamatan Sape. Motivasi dan minat baca anak-anak pun semakin meningkat dengan kehadiran Rumah Baca Perpustakaan Keliling Salahudin Al Ayyubi. Hal tersebut juga didorong oleh respon yang baik dari para orang tua, tokoh masyarakat dan tokoh agama serta stakeholder pendidikan.

Saat ini Salahudin tergabung dalam gerakan literasi berskala Nasional yaitu #AkuBaca Kompas Gramedia Jakarta, dari Lembaga ini Salahudin memperoleh kiriman buku-buku 80 eks. Kemudian tercatat pula namanya dalam lembaga GLNI (Gerakan Literasi Nasional Indonesia) yang pada tanggal 17 setiap bulannya  mendapatkan kiriman buku sebanyak 8 hingga 13 paket dimana 1 paket buku seberat 10 kg.

Maka tidak heran, atas usaha dan kerja nyata yang dilakukan dalam mencerdaskan masyarakat ini, Salahudin mendapatkan apresiasi dari Pemerintah Kabupaten Bima berupa Library Award melalui Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Bima, Pengehargaan Pemuda Pelopor Nasional 2017, Penghargaan Perpusnas RI, Motor Pustaka.  
*Jenis Kegiatan*
Ø Bidang Sosial 
1.  Meraih penghargaan nasional Pemuda Pelopor di Kemenpora, PERPUSNAS RI.
2.  Penghargaan Library Award dari Bupati Bima, melalui Dinas Perpustakaan Kabupaten Bima
3.  Kegiatan Perpustakaan Keliling terdiri dari membaca, menulis, melukis, mewarnai, bercerita /dongeng, bermain edukasi.
4.  Melaksanakan kegiatan buta aksara. Rumah Baca Salahuddin Al Ayyubi menyalurkan bantuan  buku tulis, polpen, tas sekolah, sepatu sekolah, baju sekolah, al quran, iqra, juz amma, tuntutan sholat, yang diberikan kepada siswa yang tidak mampu dan prestasi. Setiap kali dalam kegiatan perpustakaan keliling.
v  Rumah Baca Salahuddin Al Ayyubi dirintis sejak tahun 2014 hingga sampai sekarang*
Kiprah-Pengakuan atas Kiprah Yayasan Salahuddin Al Ayyubi, Bima-NTB
1.   Setidaknya ada 4 relawan yang ikut tergabung literasi Rumah Baca Salahuddin Al Ayyubi,   Azwar Muchaer (sekertaris/tutor), A. Haris (Kabid Humas / tutor), Fitria (tutor) dan David (tutor).
2.   Telah mempelopori 40 Taman Baca di Kabupaten dan Kota Bima

“Kami tidak akan pernah berhenti dalam berjuang, membuka mata menyelmatkan anak bangsa agar berkaca pada nilai-nilai penting bagi kehidupannya, baik untuk saat ini maupun dikemudian hari. Diantara ratusan ribu anak khususnya di Bima, masih banyak yang belum mengenal buku, Alqur’an dan lainnya. Mereka harus diselamatkan. Oleh karenanya, hal itu merupakan tanggungjawab kita semua,” tegas Salahudin. (TIM VISIONER)

2 komentar: